Selasa, 06 September 2011

BEBASNYA SANG PENCURI

Bismillahirrohmaniirohim,

Kisah ini merupakan salah 1 oleh2 dari silaturrahmi Syawal ini. Kisah ini merupakan kisah Arab klasik yang ada di kitab-kitab kuno berbahasa Arab. Kurang lebih ceritanya yaitu:

Pada suatu hari di suatu pasar yang sangat ramai traffic trade-nya, seorang pencuri menjalankan aksinya. Namun karena kelalaiannya, beberapa di sekitarnya mengetahui perbuatannya dan segera menangkapnya. Sang pencuripun digelandang layaknya pesakitan menuju kantor polisi. Setiba di sana, polisi mengintograsinya.
"Apakah kantung ini milikmu?", Polisi membuka pertanyaan.
"Bukan, Pak!", jawab pencuri itu tegas, tetapi tetap terpancar kekhawatiran dari nada suaranya.
"Lalu bagaimana bisa sampai di tanganmu?"
"Saya juga tidak tahu"
"Benar kau telah mencuri?", Polisi menatapnya dengan tajam.
"Tidak!", sanggah si pencuri.
"Tapi, ini buktinya. Di tanganmu ada kantung dinar perempuan itu saat kau kami tangkap", Seseorang berhidung mancung mulai geram.
"Hmm, apa kau melihatku mengambilnya? Bisa saja kan seseorang melemparkannya atau menaruhnya di sana?", si pencuri tetap mengelak.
"Memang tidak, tetapi orang-orang melihatnya!", kata si hidung mancung.
"O iya? siapa? Pak polisi saya minta keadilan. Tolong tanyakan orang-orang ini, siapa yang melihat saya mengambil kantung dinar ini? Jika yang mengatakan saya mengambilnya itu banyak, berarti saya memang mengambilnya. Tetapi jika yang melihat saya sedikit, kemungkinan besar mereka itu bersekongkol memasukkan saya ke penjara", pencuri mulai beralibi.
"Untuk apa? Kami tidak punya masalah denganmu?", seseorang yang bersurban yang mungkin juga saksi mata yang melihat kejadian itu tersinggung.
Akhirnya ruangan di kantor polisi itu riuh rendah dengan suara orang-orang.
"BRAK!!!". Suara meja yang digebrak polisi membuat ruangan hening sejenak.
"Memang cukup tidak logis alasan demikian, tetapi memang begitulah hukum di negara tercinta kita ini", si polisi menghela nafas panjang. "Nah, sekarang, aku akan menjalankan prosedurnya. Silahkan yang merasa melihat tersangka mengambik kantung dinar itu untuk mengangkat tangan".
Satu orang mengangkat tangan. Diikuti dua orang lainnya. Lalu orang keempat juga demikian. Selang beberapa lama tak ada lagi yang mengangkat tangan, bahkan perempuan yang kehilangan kantungnya.
"Hmm, apakah masih ada yang lain?", Polisi bertanya. Hening. Pencuri mulai sumringah.
"Silahkan yang merasa ada di TKP tetapi tidak melihat langsung kejadian itu, untuk mengangkat tangan"
Dan, hasilnya tentu sudah bisa ditebak. Hampir semua orang yang mengantarkan pencuri itu ke kantor polisi mengangkat tangan. Wajah pencuri semakin cerah.
"Baiklah, saya memutuskan bahwa pencuri ini tidak bersalah. Silahkan kantung ini kau kembalikan pada pemiliknya.
 Pencuri itu mulai mengembalikan kantung itu, lalu setelah berterima kasih pada polisi, ia pun melenggang dengan santainya.
Orang-orangpun mulai kasak-kusuk. Mereka tidak puas dan yakin bahwa lelaki itu telah mencuri, tetapi begitulah nyatanya, mereka tak melihat kejadiannya langsung, dan mirisnya hukum yang sedang berlaku juga berkata demikian. Bahwa yang banyak adalah yang benar.

Nah, pekan lalu di negara Indonsia tercinta kita inipun (NKRI) juga terjadi hal yang sama. Dalam sidang ishbath tentang penentuan kapan tanggal 1 Syawal itu sebenarnya adanya. Yang 1 tak digubris lantaran yang banyak berseberangan dengan yang 1. Memang terdapat hadits

فَكَانَ اِبْنُ عُمَرَ c إِذَا كَانَ شَعْبَانُ تِسْعًا وَعِشْرِينَ نَظَرَ لَهُ فَإِنْ رُئِيَ فَذَاكَ وَإِنْ لَمْ يُرَ وَلَمْ يَحُلْ دُوْنَ مَنْظَرِهِ سَحَابٌ وَلاَ قَتَرَةٍ أَصْبَحَ مُفْطِرًا فَإِنْ حَالَ دُوْنَ مَنْظَرِهِ سَحَابٌ أَوْ قَتَرَةُ أَصْبَحَ صَائِماً [رواه أبو داود وصححه الألباني]

Artinya :

“Dahulu Ibnu ‘Umar radhiallahu ‘anhuma jika bulan Sya’ban sudah masuk hari ke-29 maka beliau berusaha melihat hilal. Bila tampak maka beliau shaum dan jika tidak terlihat dan tidak terhalangi oleh awan atau semisalnya maka beliau belum menjalankan shaum. Apabila tidak tampak dikarenakan terhalangi oleh awan atau semisalnya maka keesokan harinya beliau melakukan shaum.” 


Tetapi juga ada hadits:
Dari Ibnu Abbas Radliyallaahu ‘anhu bahwa ada seorang Arab Badui menghadap Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam, lalu berkata: Sungguh aku telah melihat bulan sabit (tanggal satu). Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam bertanya: “Apakah engkau bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah?” Ia berkata: Ya. Beliau bertanya: “Apakah engkau bersaksi bahwa Muhammad itu utusan Allah.” Ia menjawab: Ya. Beliau bersabda: “Umumkanlah pada orang-orang wahai Bilal, agar besok mereka berpuasa.” (Riwayat Imam Lima. Hadits shahih menurut Ibnu Khuzaimah dan Ibnu Hibban, sesang Nasa’i menilainya mursal).

Pun demikian, sebagai rakyat kita seyogyanya mematuhi keputusan pemerintah. Namun, jika keyakinan hati tidak sama dengan pemerintah, kita juga boleh tidak sama dengan pemerintah. Karena ini adalah urusan ibadah. Dan ibadah dilakukan sesuai keyakinan yang terlandasi syariat.

Wahai orang-orang yang beriman, taatilah Allah, taatilah Rosul dan taatilah pemimpin (penguasa) diantara kalian, apabila kalian berselisih pendapat tentang segala sesuatu, maka kembalikanlah kepada Allah (Al Qur’an) dan Ar Rosul (As Sunnah) (QS:An-Nisa:59)

Rasulullah saw: tidak (sempurna) ibadah tanpa keyakinan. (Kanzul Fawâ id juz 1 hal 55)

Imam Ali as: Bukanlah sebuah kebaikan ibadah yang tidak didasari oleh ilmu pengetahuan. (Tuhafatul ‘Uqûl hal 204)

Imam Ali Zainal Abidin as: tidak (sempurna) ibadah kecuali dengan ilmu pengetahuan. (Tuhafatul ‘Uqûl hal 280)

Wallahu a'lam bis showab
Alhamdulillah...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar